JAKARTA - Upaya mempercepat arus investasi dan hilirisasi industri kembali menjadi perhatian pelaku usaha kawasan industri.
Di tengah persaingan global yang semakin ketat, kepastian berusaha dinilai menjadi faktor kunci agar Indonesia tetap menarik bagi investor. Salah satu instrumen yang dianggap strategis adalah Program Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi atau KLIK.
Himpunan Kawasan Industri Indonesia menilai program ini terbukti memberikan kemudahan nyata bagi investor. Melalui KLIK, proses konstruksi dapat dimulai lebih cepat tanpa harus menunggu seluruh perizinan selesai. Skema tersebut dinilai mampu memangkas waktu sekaligus biaya yang selama ini menjadi hambatan investasi.
Namun, di balik manfaat tersebut, cakupan KLIK dinilai masih terbatas. Banyak kawasan industri yang sebenarnya siap secara teknis tetapi belum memperoleh fasilitas KLIK. Kondisi ini mendorong pengusaha kawasan industri untuk mengusulkan perluasan dan penguatan kebijakan agar dampaknya lebih optimal.
Dorongan tersebut tidak hanya bertujuan mempercepat investasi, tetapi juga memastikan keberlanjutan industrialisasi nasional. Dengan kepastian regulasi yang lebih merata, kawasan industri diharapkan semakin berperan sebagai pintu masuk utama investasi manufaktur di Indonesia.
Program KLIK Dinilai Beri Kepastian Usaha
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Akhmad Ma’ruf Maulana menilai Program KLIK telah memberikan kepastian usaha yang signifikan. Menurutnya, kebijakan ini membantu investor memulai kegiatan konstruksi tanpa harus menunggu seluruh proses perizinan rampung.
“Program KLIK sejak awal dirancang untuk memangkas waktu realisasi investasi dan memberikan kepercayaan kepada investor agar dapat segera memulai kegiatan konstruksi di kawasan industri yang telah siap,” ujar Ma’ruf dalam keterangan tertulis, Kamis.
Ia menambahkan, kepastian waktu dan proses menjadi nilai tambah penting di tengah iklim persaingan global. Investor cenderung memilih lokasi yang mampu memberikan kejelasan dan konsistensi kebijakan sejak awal.
Selain itu, KLIK dinilai mampu menurunkan cost of delay yang sering kali membebani investor. Dengan waktu tunggu yang lebih singkat, biaya proyek dapat ditekan dan perencanaan bisnis menjadi lebih efisien.
Dalam konteks daya saing, Ma’ruf menegaskan bahwa kawasan industri Indonesia membutuhkan instrumen seperti KLIK agar tidak tertinggal dari negara lain yang agresif menawarkan kemudahan investasi.
Cakupan Terbatas Dinilai Hambat Daya Saing
Meski dinilai efektif, Ma’ruf menyoroti bahwa cakupan KLIK yang masih terbatas berpotensi menghambat pengambilan keputusan investor. Tidak semua kawasan industri yang siap secara teknis telah mendapatkan fasilitas tersebut.
Kondisi ini membuat daya saing kawasan industri menjadi tidak merata. Investor di kawasan yang belum memperoleh KLIK harus menunggu proses perizinan lebih lama dibandingkan kawasan lain yang sudah terdaftar.
Menurut Ma’ruf, situasi tersebut berisiko mengurangi minat investor, terutama bagi proyek yang membutuhkan kecepatan realisasi. Dalam iklim global yang kompetitif, keterlambatan kecil pun dapat berdampak besar.
Oleh karena itu, pengusaha kawasan industri mengusulkan agar seluruh kawasan industri yang telah memenuhi standar teknis nasional dapat diberikan fasilitas KLIK secara menyeluruh. Langkah ini dinilai akan menciptakan level playing field yang lebih adil.
Dengan perluasan tersebut, kawasan industri di berbagai daerah diharapkan memiliki peluang yang sama dalam menarik investasi, sekaligus mendukung pemerataan pembangunan industri nasional.
Kawasan Industri Siap Jalankan KLIK
Sekretaris Jenderal Himpunan Kawasan Industri Indonesia Roro Ayu Yayuk Dwihastuti menegaskan bahwa kawasan industri pada dasarnya merupakan lokasi investasi yang paling siap menjalankan KLIK. Hal ini karena kawasan industri telah melalui proses penataan lahan dan kepastian tata ruang.
Selain itu, infrastruktur dasar di kawasan industri umumnya sudah tersedia. Kondisi ini memungkinkan kegiatan konstruksi berjalan sejak hari pertama tanpa hambatan teknis yang berarti.
Roro menjelaskan bahwa penguatan KLIK melalui Peraturan Menteri Investasi Nomor 5 Tahun 2025 menegaskan peran kebijakan ini sebagai instrumen percepatan hilirisasi dan industrialisasi nasional. Namun, ia mengakui masih terdapat tantangan di lapangan.
“Implementasi KLIK merupakan momentum penting untuk meningkatkan daya saing kawasan industri, meskipun di lapangan masih terdapat tantangan teknis, regulatif, dan koordinasi lintas instansi,” ujarnya.
Saat ini, dari total 124 kawasan industri anggota HKI, baru sekitar 47 kawasan atau 37,9 persen yang terdaftar dalam skema KLIK. Padahal, kawasan industri anggota HKI tersebar di 24 provinsi dengan luas sekitar 160.000 hektare.
Kawasan tersebut juga menyerap sekitar 4 juta tenaga kerja, sehingga optimalisasi KLIK dinilai akan berdampak luas terhadap perekonomian nasional.
Usulan Solusi dan Sinergi Lintas Instansi
Roro Ayu menilai belum meratanya penetapan KLIK berdampak pada terhambatnya proses produksi. Tenant di kawasan yang belum terdaftar tidak dapat memulai konstruksi secara paralel, sehingga waktu realisasi investasi menjadi lebih panjang.
Selain itu, masih ditemukan ketidaksinkronan regulasi dan perbedaan interpretasi teknis antar kementerian dan pemerintah daerah. Isu tata ruang, peta tematik ATR BPN, kawasan lindung, hingga KP2B kerap memicu verifikasi berulang.
Situasi tersebut menimbulkan ketidakpastian timeline investasi yang tidak diinginkan oleh investor. Untuk mengatasi hal ini, HKI merekomendasikan pembentukan tim verifikasi KLIK terpadu lintas kementerian dan pemerintah daerah.
Tim tersebut diharapkan mampu menghasilkan satu rekomendasi final yang berlaku secara nasional. Seluruh hasil verifikasi juga diusulkan masuk dalam satu dashboard data terpadu agar proses lebih transparan dan terukur.
Ma’ruf menegaskan kawasan industri sejatinya telah berfungsi sebagai buffer risiko perizinan dan lingkungan bagi investor. “Kawasan industri merupakan instrumen negara untuk mengendalikan, mempercepat, sekaligus mengamankan investasi,” tegasnya.
HKI menyatakan kesiapan untuk bersinergi dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi BKPM serta Kementerian Perindustrian. Penguatan KLIK dinilai bukan sekadar fasilitas kebijakan, melainkan bentuk kepercayaan negara kepada kawasan industri sebagai mitra strategis pembangunan nasional.