Kualitas Udara Jakarta Hari Ini Masuk Tiga Terburuk Dunia

Kamis, 02 Oktober 2025 | 11:29:47 WIB
Kualitas Udara Jakarta Hari Ini Masuk Tiga Terburuk Dunia

JAKARTA - Masyarakat Ibu Kota kembali dihadapkan pada kenyataan pahit soal polusi udara. Jakarta tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk ketiga di dunia pada Kamis (2 Oktober 2025), menandakan persoalan polusi yang tak kunjung terselesaikan. 

Kondisi ini memicu kekhawatiran terhadap kesehatan publik, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.

Data tersebut dirilis oleh situs pemantau kualitas udara global IQAir, yang mencatat indeks kualitas udara (AQI) Jakarta pada pukul 06.01 WIB berada di angka 144, masuk dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. 

Nilai ini mengacu pada konsentrasi PM2,5—partikel halus berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron—yang mencapai 53 mikrogram per meter kubik, atau 10,6 kali lebih tinggi dibandingkan ambang batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ancaman Serius dari PM2,5

PM2,5 dikenal sebagai polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia karena ukurannya yang sangat kecil memungkinkan partikel ini masuk ke dalam paru-paru, bahkan menembus ke aliran darah. Paparan jangka panjang dapat memicu berbagai gangguan serius, seperti asma, penyakit jantung, kanker paru, hingga penurunan fungsi paru-paru.

Kondisi udara yang tercatat hari ini menjadi pengingat bahwa masyarakat harus lebih waspada, terutama mereka yang tergolong dalam kelompok sensitif. IQAir merekomendasikan agar anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita penyakit pernapasan membatasi aktivitas di luar ruangan. Selain itu, penggunaan masker dengan filtrasi tinggi seperti N95 atau KN95 sangat disarankan ketika terpaksa beraktivitas di luar rumah.

“Kelompok sensitif sebaiknya tidak beraktivitas di luar ruangan. Bagi masyarakat umum, penggunaan masker juga sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko paparan,” demikian rekomendasi dari situs IQAir.

Posisi Jakarta di Peringkat Global

Dalam laporan yang sama, IQAir juga mencatat bahwa Jakarta menduduki posisi ketiga kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Posisi pertama ditempati oleh Kota Kuwait dengan angka AQI mencapai 192, diikuti oleh Kota Lahore (Pakistan) di peringkat kedua dengan angka 190.

Masuknya Jakarta dalam tiga besar kota paling tercemar ini menunjukkan bahwa polusi udara masih menjadi masalah struktural dan kronis yang perlu ditangani lebih serius. Padahal, berbagai program pengendalian polusi telah dijalankan, mulai dari pembatasan kendaraan bermotor hingga peningkatan ruang hijau. Namun, hasilnya belum cukup signifikan untuk menurunkan kadar polutan secara konsisten.

Perbedaan Data Antara Pemerintah dan Pemantau Global

Menariknya, hasil pemantauan kualitas udara versi IQAir berbeda dengan data yang ditampilkan di situs resmi milik Pemprov DKI Jakarta, udara.jakarta.go.id. Situs tersebut melaporkan bahwa rerata kualitas udara Jakarta pada hari yang sama justru berada dalam kategori “baik” hingga “sedang”.

Dari 111 titik Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta, tidak ada satu pun lokasi yang dikategorikan “tidak sehat”. Perbedaan ini kerap terjadi karena perbedaan metode pengukuran dan lokasi sensor. IQAir menggunakan data dari berbagai sensor independen yang tersebar secara global, sementara Pemprov DKI mengandalkan sensor milik pemerintah yang mungkin berada di lokasi dengan tingkat polusi lebih rendah.

Meski demikian, para ahli lingkungan menilai bahwa data dari kedua sumber tetap perlu diperhatikan sebagai indikator kondisi udara secara menyeluruh. Mereka juga menekankan pentingnya transparansi dan integrasi data untuk menghasilkan kebijakan pengendalian polusi yang efektif.

Polusi Udara: Masalah yang Terus Berulang

Jakarta bukan kali ini saja menduduki peringkat tinggi dalam daftar kota paling tercemar. Setiap tahunnya, terutama saat musim kemarau, kualitas udara di Ibu Kota sering kali memburuk akibat kombinasi faktor alami dan aktivitas manusia.

Beberapa faktor utama penyumbang polusi udara di Jakarta antara lain:

Emisi kendaraan bermotor yang menyumbang lebih dari 70% polutan udara.

Aktivitas industri di dalam dan sekitar kota.

Pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) di wilayah penyangga.

Kondisi cuaca yang memperlambat dispersi polutan di atmosfer.

Selain itu, urbanisasi yang cepat dan minimnya ruang terbuka hijau memperburuk situasi, karena udara tercemar sulit tersaring secara alami oleh pepohonan.

Dampak Jangka Panjang dan Seruan Aksi

Dampak buruk dari polusi udara tidak hanya dirasakan secara langsung melalui gangguan pernapasan, tetapi juga dapat memicu kerugian ekonomi dan sosial. Biaya kesehatan meningkat, produktivitas menurun, dan kualitas hidup warga kota ikut terdampak.

Kondisi ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil langkah konkret. Pemerintah perlu memperketat regulasi emisi, memperluas transportasi publik ramah lingkungan, dan mempercepat transisi energi bersih. Di sisi lain, masyarakat dapat berperan melalui langkah sederhana seperti:

Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Menanam pohon di lingkungan sekitar.

Memanfaatkan transportasi publik atau kendaraan listrik.

Harapan untuk Langit Jakarta yang Lebih Bersih

Masuknya Jakarta dalam daftar kota dengan udara terburuk di dunia seharusnya tidak dipandang sebagai sekadar statistik negatif. Ini adalah alarm nyata bahwa langkah-langkah yang lebih berani, terukur, dan kolaboratif harus segera dilakukan.

Perbedaan data antara pemantauan pemerintah dan lembaga global tidak boleh menjadi alasan untuk berpuas diri. Justru, hal ini menegaskan perlunya kerja sama lintas sektor—antara pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat—dalam merancang strategi pengendalian polusi yang komprehensif.

Selama akar masalah seperti emisi kendaraan, pembakaran bahan bakar fosil, dan minimnya penghijauan belum diatasi, langit Jakarta akan terus dibayangi kabut polusi. Namun, dengan kesadaran kolektif dan langkah nyata, bukan tidak mungkin di masa depan Ibu Kota Indonesia bisa keluar dari daftar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Terkini