JAKARTA - Industri perfilman Hollywood kembali diguncang oleh inovasi teknologi yang memicu perdebatan sengit. Kemunculan Tilly Norwood, sosok aktris yang sepenuhnya diciptakan oleh kecerdasan buatan (AI), menjadi titik panas baru dalam diskusi tentang masa depan seni peran.
Diperkenalkan oleh studio talenta Xicoai di bawah naungan perusahaan Particle6, Tilly disebut sebagai aktris pertama yang 100 persen hasil ciptaan komputer. Namun alih-alih mendapat sambutan positif, debutnya justru memicu gelombang protes keras dari komunitas aktor dan aktris profesional.
Aktor dan Serikat Hollywood Angkat Suara
Protes paling keras datang dari Screen Actors Guild-American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA), serikat pekerja yang menaungi para aktor dan artis di Amerika Serikat. Mereka mengecam keras langkah penggunaan aktris AI dalam dunia perfilman, menegaskan bahwa seni peran adalah ranah manusia yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
“Kreativitas adalah, dan seharusnya tetap, berpusat pada manusia, serta menentang penggantian aktor manusia dengan sosok sintetis,” tulis SAG-AFTRA dalam pernyataan resmi mereka, seperti dikutip dari Variety, Selasa (30 September 2025).
Menurut organisasi tersebut, Tilly Norwood bukanlah seorang aktor sejati, melainkan sekadar karakter digital hasil dari program komputer. Yang lebih kontroversial, SAG-AFTRA menuduh bahwa pembuatannya memanfaatkan karya dari aktor profesional yang dilatih tanpa izin atau kompensasi yang layak.
Kritik: Tidak Punya Emosi, Tak Punya Pengalaman Hidup
Selain isu legalitas dan hak cipta, SAG-AFTRA juga menyoroti persoalan mendasar lain: ketiadaan pengalaman manusiawi dalam diri Tilly. Mereka menyebut bahwa aktris digital ini tidak memiliki emosi atau pengalaman hidup yang bisa menjadi sumber inspirasi dalam berakting.
“Dia (Tilly Norwood) tidak memiliki pengalaman hidup untuk dijadikan sumber inspirasi, tidak memiliki emosi, dan sejauh yang kami lihat, penonton tidak tertarik menyaksikan konten hasil komputer yang terlepas dari pengalaman manusia,” lanjut pernyataan itu.
Kekhawatiran lainnya adalah potensi terpinggirkannya aktor manusia dari industri. Kehadiran aktor sintetis seperti Tilly dinilai bukan sebagai solusi, melainkan ancaman baru. Teknologi ini dikhawatirkan akan memanfaatkan karya orang lain tanpa izin, merebut lapangan kerja, serta mereduksi makna seni yang lahir dari pengalaman manusia.
Peringatan terhadap Produser dan Studio
SAG-AFTRA juga mengingatkan para produser dan rumah produksi yang bekerja sama dengan mereka untuk tidak sembarangan menggunakan aktor sintetis. Organisasi tersebut menegaskan adanya kewajiban hukum bagi pihak yang ingin melibatkan karakter AI dalam proyek film.
“Para produser yang telah menandatangani perjanjian dengan kami harus menyadari bahwa mereka tidak boleh menggunakan aktor sintetis tanpa mematuhi kewajiban kontraktual kami, yang mengharuskan adanya pemberitahuan dan perundingan setiap kali aktor sintetis akan digunakan,” tulis pernyataan tersebut.
Peringatan ini menjadi sinyal tegas dari serikat aktor bahwa mereka siap mengambil langkah hukum jika industri perfilman melangkah terlalu jauh tanpa regulasi yang jelas.
Boikot dan Kecaman dari Kalangan Aktor
Reaksi keras tidak berhenti di level serikat pekerja. Banyak aktor dan aktris ternama Hollywood yang turut bersuara dan menyerukan boikot terhadap agensi atau studio yang berniat bekerja sama dengan Tilly Norwood.
Seruan ini mencuat setelah Eline Van der Velden, pendiri Xicoai, menyebut dalam sebuah panel diskusi di Zurich Summit (bagian dari Zurich Film Festival 2025) bahwa sejumlah agensi bakat tertarik mengontrak Tilly.
Aktris Melissa Barrera menjadi salah satu yang paling vokal, menyerukan agar aktor yang diwakili oleh agensi tersebut segera mengambil sikap.
“Semoga semua aktor yang diwakili oleh agensi yang melakukan hal ini segera meninggalkan mereka,” tulis Barrera melalui Instagram Story.
Senada dengan Barrera, aktris Kiersey Clemons turut menuntut transparansi dengan menulis komentar tajam.
“Bongkar nama agensinya. Aku mau tahu siapa saja,” tulis Clemons.
Aktris Mara Wilson juga menyoroti isu etika yang lebih dalam. Ia mempertanyakan bagaimana wajah Tilly dibentuk dari gabungan ratusan wajah perempuan muda, menimbulkan pertanyaan besar soal persetujuan dan hak atas identitas digital.
“Lalu bagaimana dengan ratusan wanita muda yang wajahnya digabungkan untuk menjadi dia? Kalian tidak bisa merekrutnya,” ujarnya.
Teknologi AI dan Masa Depan Dunia Akting
Perdebatan seputar Tilly Norwood mencerminkan pergeseran besar dalam industri hiburan yang tengah terjadi akibat kemajuan kecerdasan buatan. Di satu sisi, teknologi AI menawarkan potensi besar dalam efisiensi produksi dan kreativitas digital. Namun di sisi lain, inovasi ini memicu pertanyaan etis tentang hak cipta, representasi, dan masa depan profesi aktor manusia.
Kasus Tilly juga bukan satu-satunya. Dalam beberapa tahun terakhir, industri perfilman sudah beberapa kali menggunakan teknologi serupa, seperti deepfake untuk menghidupkan kembali aktor yang telah tiada atau merekonstruksi wajah muda dari aktor senior. Namun kemunculan sosok AI yang sepenuhnya baru seperti Tilly menandai era baru yang membawa konsekuensi sosial dan hukum yang jauh lebih kompleks.
Penutup: Antara Inovasi dan Ancaman
Debut Tilly Norwood mungkin dimaksudkan sebagai lompatan besar teknologi dalam dunia perfilman, tetapi reaksi keras dari para aktor menunjukkan bahwa inovasi tersebut tidak serta-merta diterima. Bagi komunitas seni, seni peran bukan sekadar soal tampilan atau dialog, melainkan hasil dari pengalaman hidup, emosi, dan jiwa manusia — sesuatu yang sulit atau bahkan mustahil direplikasi oleh algoritma.
Perdebatan ini kemungkinan besar baru permulaan. Dunia perfilman kini berada di persimpangan jalan antara menyambut kemajuan teknologi atau mempertahankan esensi seni yang sesungguhnya. Dan Tilly Norwood, sosok aktris digital pertama di Hollywood, kini berdiri tepat di pusat badai tersebut.